Tamu

Kamis, 11 April 2013

Jalan Tol Bali di Atas Laut ( BENOA - AIRPORT Int'l NGURAH RAI - NUSA DUA )





Pembangunan proyek tol atas laut Tanjung Benoa-Ngurah Rai-Nusa Dua, Bali segera rampung. Tol sepanjang 11,4 Km ini akan memudahkan pengendara dari Nusa Dua ke Bandara maupun ke Benoa atau sebaliknya. Seperti apa penampakan tol ini?





Berencana berlibur ke Bali? Jangan lewatkan untuk melintasi jalan tol di atas laut. Ya, Anda akan merasakan sensasi alam sejuk laut bali sambil berkendara. Tol Tajung Benoa ini sudah bisa digunakan Juni 2013.Beberap konstruksi seperti titik interchange Ngurah Rai sudah mulai tampak dikerjakan. Interchange Ngurah Rai menjadi titik temu arus kendaraan dari Benoa ke Bandara Ngurah Rai atau ke Nusa Dua, dengan kendaraan dari Nusa Dua ke Bandara maupun ke Benoa atau sebaliknya.Proyek yang dibangun sebagai persiapan Bali sebagai tuan rumah KTT APEC 2013 ini sedikit terhambat. Pasang surut air laut dan curah hujan yang tinggi di Pulau Bali mengganggu pengerjaan konstruksi.




Drajad H Suseno Drajad, Public Relations Officer PT Jasa Marga Bali Tol menegaskan kondisi itu tidak mempengaruhi target proses konstruksi proyek tol. Sebetulnya kalau melihat kendala teknis itu sampai belum ada. Tapi hujan ini curahnya tinggi sekali , kalau begini proses pengecoran itu terhenti, hujan pagi hari saja sampai 2 kali. Tapi kita masih on schedule, ucapnya. [] 










Kamis, 04 April 2013

Bandara Internasional Ngurah Rai Bali








Bandara Ngurah Rai – Bali adalah salah satu dari 13 bandar udara dibawah pengelolaan PT. Angkasa Pura I (Persero). Bandar udara kelas utama ini memberikan kontribusi terbesar dan menjadi tulang punggung PT. Angkasa Pura I (Persero). Letaknya yang strategis menjadikan bandara ini berperan sebagai pintu gerbang udara dari Pulau Bali, yang dikenal sebagai pulau dewata – island of paradise.
Bandara Ngurah Rai Bali mengelola dan melayani 9 juta penumpang setiap tahun, terdiri dari 55 % penumpang internasional dan 45 % domestik. Luasnya hanya 285 Hektar, atau 1/6 dari Bandara Udara Internasional Soekarno-Hatta. Dari tahun ke tahun pergerakan pesawat dan penumpang menunjukkan peningkatan yang terus bertambah.
Akibatnya Bandara Ngurah Rai mulai kuwalahan menangani jumlah penumpang yang melebih dari kapasitasnya. Sebagai gambaran Terminal Penumpang Domestik yang dibangun pada era tahun 1970-an hanya memiliki kapasitas 1.5 juta penumpang setahun, tetapi sekarang sudah melayani 3 kali lipat dari kapasitasnya. Demikian juga kapasitas parkirnya, mulai kuwalahan jika musim liburan tiba.
 photo ngurahrai.jpg

Langkah pertama, Direksi membentuk Tim untuk melaksanakan pembangunan ini. Tim ini diberi nama Proyek Pengembangan Bandar Udara Internasional Bali (PPBIB) yang diketuai oleh Ibu Ir. Sri Unon Setyasih, seorang arsitek lulusan UGM yang sudah banyak berkecimpung di teknik bandara udara.Beranjak dari hal tersebut, manajemen merasa perlu untuk mengembangkan Bandara Ngurah Rai agar lebih optimal lagi menjalankan fungsinya dalam melayani permintaan pengguna jasa bandara. Wakil Presiden RI pada waktu Jusuf Kalla segera memerintahkan agar Bandara Ngurah Rai segera direnovasi. Gayung pun bersambut, maka Direksi segera menyiapkan diri untuk membangun terminal baru.
Tahap berikutnya melakukan tender untuk menunjuk Manajemen Konstruksi. Dan terpilihlah Jaya CM sebagai pelaksana Manajemen Konstruksi, dan partner PT. Angkasa Pura I (Persero) dalam membangun terminal ini. Persiapan pun mulai dilakukan.
Tanggal 3 Juni 2009 Menteri Perhubungan pada waktu Bpk. Jusman Syafei Djamal meresmikan Patung Ngurah Rai sekaligus juga memberi tanda dimulainya Proyek Pembangunan Terminal Bandara Ngurah Rai. Proses ini ternyata tidak berlangsung mulus. Pemerintah Kabupaten Badung dan sebagian besar masyarakat Bali menginginkan agar dalam membangun Terminal Bandara, nuansa Bali dan kearifan lokal dapat dimasukkan dalam desain terminal bandara. Ini berarti desain awal yang sudah disiapkan, yang lebih menekankan fungsional dan modern, harus direvisi lagi.
Untuk mengadopsi kearifan lokal ini, maka dibentuklah Tim 11 (karena jumlah anggotanya 11 orang). Tim ini terdiri dari 3 orang PT. Angkasa Pura I (Persero), 3 orang dari Ikatan Arsitek Indonesia, 1 ahli dari Universitas Udayana, 1 orang dari Ahli Teknik dan Bangunan Gedung, 2 orang dari Pemprov Bali dan 2 orang dari Pemkab Badung.
Tim 11 bekerja keras untuk mewujudkan aspirasi masyarakat memasukkan komponen arsitektur Bali ke dalam desain terminal bandara. Setelah melakukan 5 kali pertemuan, maka Tim 11 akhirnya menghasilkan suatu bentuk desain yang siap untuk dipresentasikan kepada Bapak Bupati Badung.



RELOKASI RUMAH DINAS
Pekerjaan besar Proyek Pengembangan Bandara Internasional Bali ini adalah memperbesar kapasitas terminal domestik. Terminal domestik ini akan dikembangkan menjadi 8 kali dari kapasitasnya yang sekarang, menjadi 120.000 M2. Terminal baru ini akan difungsikan sebagai terminal internasional, sementara terminal internasional yang sekarang akan diubah fungsinya menjadi terminal domestik.
Pembangunan Terminal ini akan menggusur 79 rumah dinas. Sebagian karyawan yang menempati rumah dinas harus merelakan kenyamanannya, karena rumah dinas yang ditempati akan dialih-fungsikan menjadi perluasan bandara. Sebenarnya ada 3 sekolah yang harus juga dipindahkan. SMP Angkasa, SD Negeri 04 dan TK Wipara. Dengan memaksimalkan lahan yang ada, TK Wipara harus dipindahkan karena lokasinya akan menjadi jalan akses masuk ke bandara. Sementara SD Negeri 04 dan SMP Angkasa akan dipertahankan di lokasinya yang sekarang.
PAKET PEKERJAAN
Proyek Pembangunan Bandara Udara Internasional Bali ini akan memakan waktu selama 30 bulan, dengan biaya seluruhnya Rp. 1,74 Trilyun yang diharapkan dapat dilakukan dengan self financing. PT. Angkasa Pura I (Persero) atas ijin dari Menteri BUMN akan menyiapkan segala daya dan upaya untuk merealisasikan rencana ini. Ada 7 paket pekerjaan pada proyek yang cukup prestisius ini.
Image

PROGRES PEMBANGUNAN
Tanggal 15 Juni 2010 yang lalu, Wakil Presiden RI sudah memanggil Direksi PT. Angkasa Pura I (Persero) untuk memaparkan rencana pembangunan ini. Semua Menteri terkait ikut hadir pada presentasi tersebut, termasuk Gubernur Bali. Beliau-beliau semua sepakat dan komit, untuk segera merealisasikan rencana pembangunan ini.
Kemudian Tim 11 yang sudah selesai menjalankan tugasnya dan bersama Direktur Utama PT. Angkasa Pura I (Persero) pada tanggal 13 Juli 2010 mepresentasikan hasil desain terminal kepada Bupati Badung. Pada rapat pertemuan itu Bupai Badung hadir bersama dengan Wakil Bupati badung dan para Asisten Bidangnya, juga hadir Ketua DPRD Badung beserta para Ketua Komisi. Bupati Badung pada kesempatan itu mendukung sepenuhnya pembangunan ini dan memberikan beberapa masukan, antara lain beliau minta agar Bandara Ngurah Rai bersiap untuk menerima kegiatan internasional yang akan diadakan di Bali. Tahun 2011 akan diadakan KTT ASEAN dan pada tahun 2013 Konperensi APEC, even internasional ini akan mengundang banyak tamu dari negara asing. Sebagai tuan rumah Bali harus mempersiapkan semuanya dengan baik, dan semua itu kesibukan itu akan dimulai dari Bandara Ngurah Rai.
Tanggal 14 Juli 2010 GM Bandara Ngurah Rai bersama dengan Direktur Proyek PPBIB menghadap dan beraudiensi kepada Gubernur Bali, melaporkan hasil presentasi dengan Bupati dan rencana berikutnya. Gubernur Bali Made Mangku Pastika berpesan agar proyek segera saja dilaksanakan. Bandara Ngurah Rai sudah harus segera berbenah memperbaiki infrastrukturnya, agar dapat menjadi pintu gerbang Bali dengan baik. Proyek ini jangan ditunda lagi karena sudah menjadi kebutuhan yang mendesak.
OPERASI BANDARA
Image
Yang akan menjadi perhatian dan harus dicermati dengan baik adalah proyek ini akan dibangun pada lokasi dimana operasional bandara juga berlangsung. Ini akan sulit dan memerlukan kerjasama dan koordinasi yang cermat. Membangun sebuah terminal, dimana pada lokasi tersebut terminal lama juga masih digunakan untuk melayani penumpang pasti bukan pekerjaan yang mudah. Apalagi tuntutan security yang ketat dalam mengamankan dan membuat streril penumpang yang akan berangkat. Belum lagi tetap menjaga kenyamanan penumpang dan pengguna jasa dari kesibukan proyek. Ini sungguh kerja keras.
Semua pihak harus menyadari dan mengerti situasi ini baik internal maupun eksternal. Walaupun demikian penulis percaya situasi ini dapat diselesaikan dengan baik melalui kesepakatan dan pengertian dari semua fihak yang terlibat didalamnya. PT. Angkasa Pura I (Persero) akan bekerja keras untuk menjaga hal ini.
Sekarang, Proyek Pembangunan Bandara Udara Internasional Bali ini sedang menunggu rekomendasi resmi dari Bupati Badung dan Gubernur Bali. Setelah itu, rekomendasi ini akan diajukan ke Menteri perhubungan untuk mendapatkan persetujuan dan ijin pembangunan. Selanjutnya Menteri BUMN akan memberikan ijin penggunaan anggaran untuk melaksanakan proyek ini.
Mudah-mudahan segalanya akan berjalan dengan lancar dan Bali akan mendapat sebuah Bandara dengan fasilitas yang lebih baik. Jika semuanya berjalan dengan baik sesuai rencana, maka pada akhir tahun 2013 proyek ini akan selesai.
Bandara Ngurah Rai akan lebih cantik dan layak menjadi gateway to paradise.

Selasa, 02 April 2013

Wisata Rohani Di Bali

1.   Katholik

             Desa Katholik PALASARI Kab. Jembrana




Gereja Palasari didirikan untuk menjadi tempat ibadah umat Kristiani yang tinggal atau datang ke Bali. Namanya Gereja Paroki Hati Kudus Yesus atau lebih dikenal dengan sebutan yang pendek saja: Gereja Palasari. Gereja ini memiliki beberapa keunikan, terutama dari segi arsitektur bangunan dan usianya yang sudah puluhan tahun. Makanya tak mengherankan tak hanya wisatawan lokal saja yang dayang kesini, namun juga wisatawan asing juga banyak yang berkunjung kesini.





Gereja Palasari berada sejak tahun 1940-an, yang mana seorang bernama Pater Simon Buis membuka sebuah hutan Pala yang kemudian diberinama dengan Palasari (sekarang disebut dengan Palasari Lama). Disinilah Pater Simon membangun sebuah desa yang memiliki Mode Dorf yang desa berbudaya Bali namun tetap bernuansa Katholik yang kental.
Lantas, pada tahun 1955, sebuah bukit di kawasan ini diratakan dan dibangunlah sebuah gereja yang kokoh, yang memiliki arsitektur perpaduan antara Belanda dan bali. Gereja inipun kemudian diberinama Gereja Palasari dan diresmikan oleh Pastor Simon Bois. Dan pastor inilah yang kemudian mengenalkan agama Katholik kepada masyarakat Bali secara luas untuk yang pertama kalinya.
Keunikan dari gereja ini ialah bangunan gereka yang memadukan arsitektur ghotik dengan Bali. Meskipun gereja ini sudah berusia lumayan senja, namun kondisi dan keadaan didalam gedungnya masih terlihat terawat. Di pintu masuknya, terdapat seperti gapura yang pada umumnya tugu tersebut biasa terdapat di sebuah pura atau perumahan masyarakat Bali pada umumnya. Halaman Gereja Palasari yang banyak ditumbuhi pohon cemara dengan beberapa pembatas halaman gedung Gereja yang terdapat sedikit ukir ukiran Bali.

     















  

2. Hindu       

       

         PURA BESAKIH


    


          

   Pura Besakih adalah sebuah komplek pura yang terletak di Desa Besakih, Kecamatan RendangKabupaten Karangasem, Bali, Indonesia. Komplek Pura Besakih terdiri dari 1 Pura Pusat (Pura Penataran Agung Besakih) dan 18 Pura Pendamping (1 Pura Basukian dan 17 Pura Lainnya). Di Pura Basukian, di areal inilah pertama kalinya tempat diterimanya wahyu Tuhan oleh Hyang Rsi Markendya, cikal bakal Agama Hindu Dharma sekarang di Bali, sebagai pusatnya. Pura Besakih merupakan pusat kegiatan dari seluruh Pura yang ada di Bali. Di antara semua pura-pura yang termasuk dalam kompleks Pura Besakih,Pura Penataran Agung adalah pura yang terbesar, terbanyak bangunan-bangunan pelinggihnya, terbanyak jenis upakaranya dan merupakan pusat dan semua pura yang ada di komplek Pura Besakih. Di Pura Penataran Agung terdapat 3 arca atau candi utama simbol stana dari sifat Tuhan Tri Murti, yaitu Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa yang merupakan perlambang Dewa Pencipta, Dewa Pemelihara dan Dewa Pelebur/Reinkarnasi. Pura Besakih masuk dalam daftar pengusulan Situs Warisan Dunia UNESCO sejak tahun 1995.

Filosofi

Keberadaan fisik bangunan Pura Besakih, tidak sekedar menjadi tempat pemujaan terhadap Tuhan YME, menurut kepercayaan Agama Hindu Dharma, yang terbesar di pulau Bali, namun di dalamnya memiliki keterkaitan latar belakang dengan makna Gunung Agung. Sebuah gunung tertinggi di pulau Bali yang dipercaya sebagai pusat Pemerintahan Alam Arwah, Alam Para Dewata, yang menjadi utusan Tuhan untuk wilayah pulau Bali dan sekitar. Sehingga tepatlah kalau di lereng Barat Daya Gunung Agung dibuat bangunan untuk kesucian umat manusia, Pura Besakih yang bermakna filosofis.
Makna filosofis yang terkadung di Pura Besakih dalam perkembangannya mengandung unsur-unsur kebudayaan yang meliputi:
  1. Sistem pengetahuan,
  2. Peralatan hidup dan teknologi,
  3. Organisasi sosial kemasyarakatan,
  4. Mata pencaharian hidup,
  5. Sistem bahasa,
  6. Religi dan upacara, dan
  7. Kesenian.
Ketujuh unsur kebudayaan itu diwujudkan dalam wujud budaya ide, wujud budaya aktivitas, dan wujud budaya material. Hal ini sudah muncul baik pada masa pra-Hindu maupun masa Hindu yang sudah mengalami perkembangan melalui tahap mitis, tahap ontologi dan tahap fungsional.


         

Objek penelitian

Pura Besakih sebagai objek penelitian berkaitan dengan kehidupan sosial budaya masyarakat yang berada di Kabupaten Karangasem Provinsi Bali.
Berdasar sebuah penelitian, bangunan fisik Pura Besakih telah mengalami perkembangan dari kebudayaan pra-hindu dengan bukti peninggalan menhirpunden berundak-undak, arca, yang berkembang menjadi bangunan berupa merupelinggihgedong, maupun padmasana sebagai hasil kebudayaan masa Hindu.
Latar belakang keberadaan bangunan fisik Pura Besakih di lereng Gunung Agung adalah sebagai tempat ibadah untuk menyembah Dewa yang dikonsepsikan gunung tersebut sebagai istana Dewa tertinggi.
Pada tahapan fungsional manusia Bali menemukan jati dirinya sebagai manusia homo religius dan mempunyai budaya yang bersifat sosial religius, bahwa kebudayaan yang menyangkut aktivitas kegiatan selalu dihubungkan dengan ajaran Agama Hindu.
Dalam budaya masyarakat Hindu Bali, ternyata makna Pura Besakih diidentifikasi sebagai bagian dari perkembangan budaya sosial masyarakat Bali dari mulai pra-Hindu yang banyak dipengaruhi oleh perubahan unsur-unsur budaya yang berkembang, sehingga memengaruhi perubahan wujud budaya ide, wujud budaya aktivitas, dan wujud budaya material. Perubahan tersebut berkaitan dengan ajaran Tattwa yang menyangkut tentang konsep ketuhanan, ajaran Tata-susila yang mengatur bagaimana umat Hindu dalam bertingka laku, dan ajaran Upacara merupakan pengaturan dalam melakukan aktivitas ritual persembahan dari umat kepada TuhanNya, sehingga ketiga ajaran tersebut merupakan satu kesatuan dalam ajaran Agama Hindu Dharma di Bali.

       

3. Kristen

            Desa BLIMBINGSARI







Desa Blimbingsari letaknya adalah
membujur dari arah timur ke barat, yang sebagian adalah merupakan dataran  rendah dan sebagian lagi merupakan daerah dataran tinggi berupa pegunungan dan perbukitan yang terdapat disebelah utara. Pada tengah-tengan desa Blimbingsari membentang jalan yang sudah diaspal sepintas  jika diperhatiakn dari atas terlihat seperti salib besar, adapun batas-batas desa Blimbingsari adalah Sebelah selatan  Desa Melaya, sebelah Utara merupakan kawasan hutan jati, disebelah Timur adalah desa Ekasari dan disebelah barat juga adalah hutan jati. Di desa ini tidak ditemukan suatu peninggalan kebudayaan yang berumur tua  sebagaimana umumnya desa-desa di Bali, sehingga tidak terlalu sukar bagi kita untuk mengetahui berapaumur desa Blimbingsari, sekaligus mengambil suatu kesimpulan bahwa desa Blimbingsari ini adalah desa baru. Pembukaan tanah diujung barat pulau Bali yang kemudian menjadi desa Blimbingsariini erat hubungannya dengan perkembangan agama Kristen di Pulau Bali.
Kira-kira 60 tahun yang lalu daerah yang terhitung dengan jumlah penduduk dengan segala perkembangan budayanya yang baru di Pulau Bali bagian timur, demikian pula agama-agama selain agama Hindu sebagai agama pribumi mulai berkembang. Pada waktu itu kehidupan sangat sensitif. Terdorong untuk mencari kehidupan yang lebih baik lagi, kira-kira bulan Agustus 1936 berangkat 3 orang  dari beberapa desa di kabupaten Badung untuk menyelidiki tanah dan telah mendapatkan persetujuan dari pemerintah, mereka ini adalah Pekak Luh wartini ( I Made Sela ), I Nyoman Regig, dan Mas Renggo, pada waktu itu yang menjadi Sedahan Agung di Negara adalah Gusti Bagus Wastra Utama, beliau inilah yang mengantar para utusan ini untuk memeriksa tanah di daerah Melaya, rombongan disambut oleh lurah Melaya yang pada waktu itu adalah Lurah Jero Sentono.
Dapat diutarakan bahwa saat itu tanah yang diselidiki adalah sebuah kawasan hutan yang tertutup dengan beraneka ragam satwa termasuk juga banyaknya satwa liar atau binatang buas, namun walaupun demikian ketiga utusan tersebut tetap menganggap bahwa tanah yang diselidiki adalah merupakan  tanah yang baik. Dalam persidangan Rad Parikian di Sading ketiga utusan melaporkan hasil penyelidikannya dan pada akhirnya pada tanggal 30 Nopember 1939 mulailah hutan tersebut dibuka dengan berangkatnya 30 orang Kepala Keluarga. Mereka ini adalah pionir-pionir desa yang berbekalkan moto Ora Et Labora dan dengan sukacita yang besar membuka lahan untuk dijadikan suatu desa yang siap untuk didiami dan kurang lebih 5 bulan merabas hutan maka kawasan tersebut sudah dianggap siap untuk didiami atau dihuni, pemberian nama desa diilhami dengan banyaknya ditemukan pohon belimbing yang buahnya kecil-kecil, maka disebutlah tanah yang baru dibuka tersebut dengan nama Blimbingsari.